Oleh: Prof. Daniel B. Wallace, Ph. D
Cranfield menyimpulkan bab pembahasannya soal peristiwa ini dengan mencatat tiga pertanyaan utama: (1) apakah peristiwa ini merupakan sebuah legenda atau sebuah serpihan tulisan simbolis-teologis ataukah peristiwa ini merupakan peristiwa historis? … (2) Maka, jika Mrk. 9:2-8 dalam beberapa pengertian merupakan narasi historis, apa yang sebenarnya terjadi? … (3) Apa signifikansi teologis dari apa yang dicatat dalam Mrk. 9:2-8 tersebut? Kita akan mulai dengan jawabannya, dan menambahkan beberapa modifikasi di sepanjang pembahasan.
1. Apakah kisah ini legenda atau historis? Bultmann, Nineham, Perin, dan yang lainnya, menolak kisah ini sebagai kisah yang benar, menyebutnya sebuah perkembangan dari legenda kebangkitan. Bagaimanapun, hal ini tidak sama dengan laporan kebangkitan dalam beberapa hal: (a) Semua penampakan kebangkitan (the resurrection appearances) dimulai dengan absennya Yesus, sementara dalam kisah ini Ia hadir; (b) Dia berbicara dalam penampakan kebangkitan dan apa yang Dia katakan signifikansinya besar, sementara dalam kisah ini Dia diam; (c) Jika kisah ini merupakan penampakan kebangkitan Yesus kepada Petrus, seseorang mungkin mengharapkan kemunculan beberapa cirri khusus seperti dalam Yohanes 21; semua cirri khusus kurang ditampilkan di sini; (c) Musa dan Elia tidak pernah muncul dengan Yesus dalam kisah kebangkitan; hanya malaikat-malaikat yang nampak dalam perikop tersebut dan tidak pernah bersama Yesus; dan (e) Usulan Bultmann tidak memperhitungkan usulan Petrus tentang tenda. Di sisi lain, ada beberapa ciri dalam kisah ini yang memberikan stempel otentisistas: (a) Penyebutan “setelah enam hari” yang tidak memiliki makna simbolis dan dengan demikian, sederhananya, merupakan catatan sejarah; (b) Penggunaan istilah Rabbi oleh Petrus, yang tidak pernah digunakan untuk Yesus di luar Injil, dan di dalam Injil hanya untuk narasi pra-penyaliban; dan (c) Markus tidak memberikan petunjuk sama sekali bahwa dia sedang memberikan kita sesuatu yang lain daripada sebuah kisah sejarah. (d) 2Pet. 1:16-18 adalah kesaksian Petrus sendiri mengenai historisitas peristiwa ini (lihat catatan NET Bible di sana) (namun, karena otentisitas 2 Petrus diragukan oleh banyak sarjana – termasuk Cranfield – maka nas itu jarang disebut sebagai bukti di samping historisitas peristiwa ini)
2. Jika peristwa ini dianggap sebagai peristiwa sejarah actual, apa yang sebenarnya terjadi? Ada tiga pilihan: (a) sebuah penglihatan, (b) peristiwa yang factual, atau (c) kombinasi antara keduanya. Dua faktor perlu dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaan ini: Pertama, kita diingatkan pernyataan Paulus mengenai seorang pria yang dia tahu (meski ini kemungkinan otobiografi) yang mengunjungi surge ketiga: “Aku tahu seseorang di dalam Kristus yang empat belas tahun lalu – apakah di dalam tubuh ataukah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allahlah yang tahu – orang itu diangkat ke surga yang ketiga” (2Kor. 12:2). Ketidakmampuan Paulus untuk membedakan penglihatan dari peristiwa faktual dalam hidupnya ketika kemuliaan sorga datang mungkin bisa diparalelkan dengan transfigurasi. Kedua, meski Cranfield mengatakan bahwa tranfigurasi bermakna untuk para murid, jika itu juga bermakna untuk Yesus, ini mungkin akan mewarnai penilaian kita terhadap catatan peristiwa. Dalam terang pewahyuan diri, Yesus telah menubuatkan enam hari sebelumnya tentang penderitaan dan kematian-Nya, dan dalam terang parallel dengan suara surgawi saat pembaptisan-Nya yang diikuti dengan pencobaan, ini mungkin terlihat bahwa transfigurasi menjadi dorongan yang sama untuk Yesus. Kehadiran Elia dan Musa dengan Dia dalam awan akan menegaskan langkah-Nya kepada salib dan mengingatkan Dia tentang perlunya salib, sebagaimana Paulus katakan: ”Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya … untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya” (Rm. 3:21-22, 25)
Dengan dua faktor ini di pikiran kita, apa yang bisa kita katakana? Di satu sisi, jika transfigurasi memiliki makna hanya untuk para murid, maka apakah itu sebuah visi atau sebuah fakta, kejadian sensorik hanya berdampak kecil, karena pertanyaan yang sama tetap tidak dijawab oleh Paulus mengenai surga ketiga tetapi peristiwa tersebut menjadi sumber dorongan besar baginya untuk terus (bnd. 2Kor. 12:4-5). Di saat yang sama, jika 2 Petrus otentik (dan saya percaya demikian), maka pernyataan Petrus sendiri tentang transfigurasi adalah bahwa itu merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar penglihatan; dia menganggapnya sebagai peristiwa factual yang asli, pengalaman inderawi (bnd. 2pet. 1:16-18). Di sisi lain, jika peristiwa ini memiliki makna untuk Yesus sebagaimana untuk para murid, yakni, itu berarti menjadi sebuah dorongan untuk-Nya juga – maka itu pasti sebuah peristiwa factual, karena sebaliknya, bagaimana kita menjelaskan keberadaan-nya yang menjadi bagian dari penglihatan dan penerima penglihatan tersebut?
3. Kita menyimpulkan dengan catatan mengenai beberapa signifikansi teologis dari transfigurasi. Komentar berikut hanyalah pembukaan; sebenarnya, itu akan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan mungkin sepanjang hidup, untuk menyelidiki kedalaman makna tranfigurasi. (a) Itu menyimbolkan dan membayangkan (foreshadow) baik kebangkitan dan kedatangan Kristus (parousia). (b) Itu adalah sebuah penyingkapan sementara dari kemuliaan kekal Anak Allah. (c) bahwa kemuliaan ini terlihat dan tidak dirinci adalah supaya “murid-murid bisa mengecap bagian yang tidak bisa diahami seutuhnya (Calvin). Yakni, sebagaimana amsal Tiongkok kuno, “sebuah gambar yang layak untuk ribuan kata.” (d) Musa dan Elia adalah bagian dari gambar tersebut untuk menunjukkan kesinambungan dengan Perjanjian Lama dalam pelayanan Yesus dan keunikan-Nya dan otoritasnya yang mutlak (karena itu Dia saja yang mengenakan pakaian yang luar biasa, dan hanya Dia saja yang diidentifikasi dari sorga sebagai Satu-satunya yang harus ditaati). (e) Awan merupakan sambungan Shekinah Glory: kehadiran Allah telah kembali secara utuh dalam diri Yesus Kristus. Dan Musa dan Elia ada di sana, dengan senyap menyokong Dia sebagai Pribadi dimana manusia bertemu Allah.
Dua poin terkahir kita lebih banyak diambil dari 2 Petrus daripada Markus; mereka merepresentasikan refleksi Petrus sendiri tentang signifikansi transfigurasi. (f) Keyakinan tentang kemuliaan Kristus ditransferkan kepada orang percaya: mereka juga akan dimuliakan dan fakta ini seharusnya memberi mereka keyakinan saat mengahadapi kematian (bnd. 2Pet. 1:16-18; 1Yoh. 3:2). (g) Keyakinan tentang kemuliaan Kristus juga memberi orang-orang percaya keyakinan dalam Dia sebagai seorang nabi dan mereka yang Ia berikan kuasa untuk menjadi nabi (2Pet. 1:16-21). Kesimpulannya, transfigurasi merupakan sebuah bagian dari kemuliaan sorgawi yang bahkan Rasul Paulus singgung ketika dia menulis: “logidzomai gar hoti ouk axia ta pathermata tou nun kairou pros ten mellousan doxan apokaluphthenai eis hemas” (Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita; Rm. 8:18)
Tentang Penulis:
Prof. Daniel Wallace (Ph.D, Dallas Theological Seminary) adalah seorang pakar Perjanjian Baru dari Dallas Theological Seminary. Beliau telah menulis banyak buku dan artikel yang sangat baik mengenai Kekristenan dan Perjanjian Baru. Bukunya Greek Grammar Beyond the Basics: An Exegetical Syntax of the New Testament (Zondervan, 1996) telah menjadi buku standar di banyak seminari. Beliau juga editor Perjanjian Baru senior di NET Bible, dan direktur eksekutif dari Center for the Study of New Testament Manuscripts. Artikel ini merupakan terjemahan dari tulisannya yang berjudul “The Transfiguration of Jesus (Mark 9.1-10): Some Biblico-Theological Reflections,” yang bisa diunduh di http://bible.org/article/transfiguration-jesus-mark-91-10-some-biblico-theological-reflections
Tidak ada komentar:
Posting Komentar