1. Dalam Mrk. 4:21-25, khususnya ayat 25. Apa yang maksud perkataan Tuhan Yesus tersebut?
Jawab:
Paralel ungkapan dalam ayat 25 ini sebenaranya juga muncul dalam Mat. 13:12; 25:29; dan Luk. 8:18. Dalam konteks Markus, perikop ini terkait dengan perikop sebelumnya, yakni tentang perumpamaan seorang penabur. Perikop ini memperjelas perumpamaan tersebut dalam beberapa hal. Pertama, bahwa kebenaran firman itu tidak akan terus menjadi misteri (bnd. Ay. 11-12). Kebenaran firman akan dinyatakan secara jelas seperti terang yang memancar, dan tugas murid-muridlah untuk menyatakan firman itu kepada dunia. Kedua, bahwa seseorang tidak bisa ada dalam keadaan statis ketika berbicara soal kehidupan rohani (ay. 24-25). Seseorang yang memiliki kerinduan akan firman Tuhan, kepadanya akan ditambahkan kekayaan-kekayaan rohani, yakni kebenaran-kebenaran firman. Tetapi, siapa yang tidak memiliki kerinduan akan firman Tuhan, kepadanya akan diambil apa yang ada padanya, yakni seluruh harta rohaninya.
2. Markus 10:17-27 berkaitan dengan orang kaya mencari hidup yang kekal. Yesus mengingatkan orang kaya tersebut akan ayat 19 dan 21. Bagaimana dengan pertobatan dan percaya akan Injil Tuhan Yesus tidak disampaikan kepada orang kaya tersebut?
Jawab:
Kita mengakui sebuah konsep wahyu yang disebut progressive revelation, maksudnya wahyu yang dinyatakan Allah, diberikan secara bertahap, dan di tiap zamannya dibuat semakin jelas, hingga nanti puncaknya ada pada diri Yesus. Yesus adalah puncak penyataan diri Allah; wahyu khusus Allah yang sempurna. Sehingga, kisah ini harus dipahami dalam konteks demikian, yakni dalam konteks pra-penggenapan karya keselamatan Kristus. Waktu itu, Yesus belum menggenapi karya keselamatan-Nya, sehingga pemberitaan Injil Keselamatan melalui karya kematian dan kebangkitan-Nya akan menjadi hal yang tidak relevan. Orang tersebut juga tidak akan mengerti apa signifikansinya percaya Yesus. Oleh sebab itu, Yesus mengingatkan dia dengan menggunakan standar kerohanian utama yang ada pada masa itu, yakni Taurat dan Kitab Para Nabi (baca: Perjanjian Lama). Perjanjian Lama sendiri menekankan bahwa keselamatan didapatkan seseorang melalui iman kepada Yahwe yang terwujud dalam ketaatan kepada hukum-Nya. Dan dalam hal ini, orang tersebut memang melakukan aturan hukum Tuhan dengan baik (ay. 20). Tidak adanya pernyataan Yesus yang menyanggah hal tersebut menunjukkan bahwa Yesus pun setuju dengan pernyataannya.
Tetapi sayang sekali, orang tersebut tidak menangkap inti dari pengajaran Perjanjian Lama. Ketaatan terhadap hukum Tuhan merupakan wujud dari iman dan sikap hidup yang mengutamakan Dia. Orang ini nampaknya melakukan hukum Taurat hanya sebatas ritualisme, namun tidak menangkap inti dasarnya, yakni mengutamakan Tuhan. Itu sebabnya mengapa ketika Yesus meminta dia meninggalkan hartanya dan mengikut Dia, orang itu menjadi sedih. Hatinya terletak bukan pada Tuhan tetapi pada hartanya.
Ketika Tuhan Yesus telah menggenapi karya-Nya, pemberitaan keselamatan menjadi lebih jelas. Penginjilan menjadi sebuah kegiatan yang berusaha membuat seseorang menjadi murid Yesus (Mat. 28:19). Penginjilan yang tidak berfokus untuk menjadikan seseorang murid Yesus, jelas bukanlah penginjilan yang benar. Lalu, apakah percaya Yahwe dalam Perjanjian Lama tidak menyelamatkan? Bila kita hanya berfokus pada Yahwe dalam Perjanjian Lama tentu tidak cukup, sebab Yahwe tersebut telah menyatakan diri-Nya dengan jelas ketika Ia berinkarnasi menjadi Yesus. Yesus adalah Yahwe di dalam Perjanjian Lama! Sehingga bila kita beriman kepada Yahwe, maka, tidak bisa tidak, kita juga harus beriman kepada Yesus, Yahwe yang telah menyatakan diri-Nya kepada manusia, bahkan “berkemah” di tengah-tengah manusia (Yoh. 1:14). Akan menjadi hal yang aneh bila kita memilih pernyataan yang belum jelas tinimbang pernyataan yang jelas, kecuali karena kenyamanan dan keberdosaan kita.
3. Markus 10:28-31, upah mengikut Yesus. Ayat 30 berlaku pada masa tersebut atau juga sampai kini? Ayat 31 masuk dalam perikop tersebut, apa maksudnya?
Jawab:
Ya, janji Tuhan dalam ayat 30 memang berlaku untuk seluruh murid Kristus di sepanjang zaman, yakni bahwa Tuhan akan membalas seratus kali lipat pengorbanan yang mereka lakukan demi Tuhan. Seratus kali lipat di sini merujuk pada sebuah jumlah yang banyak, yang tidak selalu harus dikaitkan dengan materi. Mengenai ayat 31, ayat ini nampaknya menjadi sebuah kesimpulan yang merangkumkan ayat 17-30. Jawaban Yesus terhadap seorang kaya yang datang pada-Nya dalam ayat 23-24, membuat murid-murid menjadi gempar (ay. 26). Sebab, orang kaya merupakan orang yang memiliki kedudukan utama dalam masyarakat, serta merupakan simbol orang yang benar dan diberkati oleh Tuhan (ingat bahwa dalam hikmat Yahudi, salah satu tanda orang yang benar ialah kekayaan yang melimpah). Bila orang yang demikian (yang dianggap sebagai orang benar) tidak bisa masuk dalam kerajaan Sorga (bahkan diumpamakan seperti unta masuk lubang jarum), lebih lagi dengan orang-orang yang miskin seperti Petrus dan murid-murid lainnya. Mungkin seperti dinosaurus masuk lubang jarum! Itu sebabnya Petrus bertanya apa yang bisa mereka peroleh dari mengikut Tuhan. Mereka bukan orang yang kaya, juga tidak memiliki tanda-tanda orang yang “diberkati.”
Melalui kesimpulan ini, Tuhan menunjukkan bahwa meski mereka dianggap remeh dan terakhir tetapi mereka bisa menjadi yang terdahulu, sedangkan orang-orang kaya yang mungkin diagungkan dan dianggap terutama oleh manusia bisa jadi justru menempati tempat terendah dalam kerajaan sorga dan dalam pandangan Tuhan. Kuncinya ada pada pengorbanan yang dilakukan untuk mengikut Yesus (ay. 29-30): semakin besar seseorang rela berkorban demi Yesus, semakin ia memiliki kekayaan yang sesungguhnya. Orang kaya tersebut tidak rela meninggalkan hartanya demi Yesus – itu mengapa ia dikatakan menjadi yang terakhir –, sementara murid-murid meski tidak memiliki apa-apa tetapi mereka rela meninggalkan segalanya demi Yesus,– maka mereka akan menjadi yang terutama.
4. Markus 11:9, apa yang dimaksud dengan kata Hosana?
Jawab:
Kata “Hosana” merupakan bentuk Yunani dari sebuah istilah Ibrani, hosyia-na, yang kurang lebih berarti “Selamatkan, Kami berdoa.” Kata ini dikutip dari Mzm. 118:25, yang biasa diucapkan pada perayaan Pondok Daun sembari mereka melambai-lambaikan dahan atau daun palem sebagai tanda sukacita. Perpaduan kata ini dengan kalimat berikutnya dalam tulisan Markus (“diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan”; kutipan dari Mzm. 118:26) nampaknya menunjukkan nuansa mesianik dalam kedatangan Kristus ke Yerusalem tersebut. Yesus dianggap orang banyak sebagai mesias yang dijanjikan oleh Allah. Hal ini tentu saja benar. Namun, konsep orang banyak pada waktu itu mengaitkan mesias dengan ranah politis, bukan teologis; dan di sinilah muncul gap antara Yesus dan orang banyak.
5. Markus 12:10-11, apa yang dimaksud dengan batu penjuru?
Jawab:
Amsal dalam ayat 10-11 ini merupakan kutipan dari Mzm. 118:22-23 dan dipakai untuk merujuk pada diri Yesus. Amsal ini terkait dengan perumpamaan yang dikisahkan Yesus sebelumnya, yakni perumpamaan tentang penggarap kebun anggur, dan berfungsi mempertegas perumpamaan tersebut. Inti dari perumpamaan tersebut ialah pemberontakan yang dilakukan para pemuka Yahudi terhadap Allah dengan menolak Anak-Nya (Yesus). Setelah mengingatkan bahwa pemberontakan itu akan membawa konsekuensi (ay. 9), Yesus beralih menjelaskan tentang siapa yang ditolak oleh mereka. Anak tersebut mereka tolak sebab mereka anggap sepele dan tidak bernilai seperti batu biasa. Tetapi batu yang dibuang tersebut ternyata akan menjadi batu penjuru, yakni batu yang menyatukan dan memperkuat sisi-sisi bangunan. Menurut seorang sarjana, beberapa batu penjuru panjangnya sekitar 19 kaki dan lebarnya 7,5 kaki. Batu ini memiliki peran yang penting bagi kekokohan sebuah bangunan (bnd. 1Raj. 5:17; 7:9). Dengan menyatakan demikian, Yesus menyatakan bahwa Diri-Nya memang ditolak dan diremehkan oleh orang-orang Yahudi, tetapi Dia yang ditolak itu sebenarnya merupakan seseorang yang sangat penting; seseorang sangat mempengaruhi sejarah kehidupan mereka, bahkan sejarah kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar