1. Pada jaman PL kalo orang berbuat salah, nabi langsung menegur, sedangkan sekarang kenapa hamba Tuhan tidak langsung menegur jemaat yg salah?
Jawab:
Sebenarnya unsur teguran harus selalu ada dalam jemaat. Tuhan sendiri dalam Matius 18:15-20 juga mengajar bahwa bila seseorang bersalah, ia harus ditegur, namun dengan cara yang tentunya baik. Pada jaman para rasul pun teguran terhadap dosa dan kesalahan juga tetap menjadi ciri khas umat Tuhan. Bukti nyatanya Paulus yang menegur Petrus karena kemunafikannya (Gal. 2:11-14). Ketidakmauan atau mungkin ketidakberanian beberapa hamba Tuhan dalam menegur jemaat yang salah, mungkin bisa disebabkan oleh banyak faktor. Bisa jadi karena ketergantungan pada orang tersebut, karena ketakutan atau bermacam pertimbangan lainnya. Yang jelas, ketidakmauan atau ketidakberanian tersebut merupakan tanda bahwa hamba Tuhan tersebut tidak setia terhadap kebenaran firman Tuhan.
Beberapa hamba Tuhan bisa jadi tidak menegur atau mendiamkan untuk beberapa waktu lamanya karena alasan tertentu, namun mendiamkan ini tidak sama dengan membiarkan. Mendiamkan bisa jadi mencari waktu yang tepat untuk menegur dengan baik, sedang membiarkan menunjukkan bahwa hamba Tuhan tersebut memang tidak memiliki niatan untuk menegur. Yang pertama memang merupakan salah satu strategi penggembalaan, sedang yang kedua merupakan sebuah bentuk yang nyata ketidaksetiaan hamba Tuhan terhadap kebenaran firman. Intinya, hamba Tuhan yang baik seyogyanya seperti nabi-nabi bahkan Yesus sendiri yang tidak berkompromi dengan dosa, dan berani menyatakan kesalahan meskipun harga yang harus dibayar untuk kebenaran itu sangat berat.
2. 2Raj. 13:21. Mayat yang dicampakkan dalam kubur Elisa kemudian kena kepada tulang-tulang Elisa, mayat itu hidup kembali, bangun dan berdiri. Apakah Elisa sebagai nabi masih mempunyai kekuatan seperti waktu dia hidup? Mohon penjelasan bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Jawab:
Pertama-tama, penting diingat bahwa semua kuasa nabi bukanlah sesuatu yang melekat pada dirinya (inheren). Kuasa atau kemampuan untuk melakukan karya-karya kenabian, termasuk bermujizat, merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan kepada para nabi. Ketika mereka melakukan sebuah perkara yang ajaib maka hal itu bukan karena kehebatan mereka melainkan karena Tuhan yang memampukan mereka. Termasuk juga Elisa, ia mampu melakukan banyak hal karena Tuhan yang memampukan dia. Kuasa itu bukan sesuatu yang melekat padanya. Demikian pula ketika tulang Elisa mampu menghidupkan orang yang sudah mati, itu bukan karena sisa-sisa kehebatan Elisa yang masih melekat pada tulangnya, melainkan karena Tuhan yang bermujizat melalui tulang Elisa.
3. Kenapa jaman sekarang tidak ada yang hebat seperti Elia, bisa melakukan bermacam perbuatan ajaib? Di Indonesia, saya melihat ada seorang pesulap bisa melakukan hal-hal luar biasa, apakah pesulap itu disertai Tuhan? Atau jangan-jangan Elia hebat karena punya ilmu seperti pesulap itu?
Jawab:
Saat ini perbuatan-perbuatan demikian tidak terlalu relevan lagi. Pada masa itu Allah banyak melakukan mujizat melalui para nabinya sebab mujizat itu merupakan wahyu khusus Allah, cara Allah menyatakan dirinya pada umat manusia. Saat ini kita sudah memiliki wahyu yang khusus yang cukup yakni Yesus Kristus dan Alkitab. Kedua ini Sarana Allah ini sudah sangat cukup mengenal Allah, kebenaran-Nya dan jalan keselamatan-Nya. Namun, ini tidak berarti bahwa Allah sudah tidak lagi bermujizat. Ia Allah yang bebas, berkuasa dan tidak berubah. Ia tetap bisa melakukan mujizat dalam saat-saat dimana Ia merasa perlu melakukan mujizat demikian. Namun demikian tentu frekuensinya tidak seperti pada masa dulu dimana Yesus dan Kitab Suci belum ada.
Mengenai seorang pesulap yang disebut, tentu ini berbeda dengan mujizat. Mujizat ialah karya Allah yang luar biasa, yang di luar pemahaman nalar manusia. Inisiator dan pelaku utamanya jelas Allah. Sedang mengenai pesulap tersebut, ia melakukannya dengan “kuasa yang lain.” Ia mengklaim bahwa ia bisa melakukan semua itu dengan kekuatan pikiran. Beberapa orang menilai ilmu pesulap tersebut sebagai bagian dari ilmu putih, walaupun pesulap itu sendiri mengatakan bahwa metodenya ialah metode ilmiah dan bukan ilmu magis. Bagaimanapun, kemampuan pesulap tersebut jelas bukan berasal dari Tuhan tetapi dari “kuasa yang lain,” entah dikatakan merupakan bagian dari ilmu putih ataupun merupakan metode yang ilmiah.
4. Bukankah kita hanya boleh menyembah kepada Tuhan saja? Tetapi mengapa dalam Perjanjian Lama banyak ditemukan ayat-ayat dimana seseorang menyembah orang lain? (Misalnya Kej. 43:26; 2Sam. 9:6; 2Raj. 4:37)
Jawab:
Hal ini perlu dipahami dalam konteks budaya saat itu. Menyembah yang dilarang oleh Tuhan ialah menyembah yang menjurus ke arah mendewakan atau menuhankan sesuatu di luar Tuhan. Jadi, lebih terkait dengan sikap hati. Sedangkan yang dilakukan dalam contoh-contoh di atas ialah sikap tubuh yang menyembah, yang menurut budaya waktu itu menunjukkan rasa hormat.
5. Apakah arti sunat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru?
Jawab:
Dalam Perjanjian Lama, sunat merupakan tanda seseorang mengikat perjanjian dengan Allah. Sunat menjadi bukti bahwa seseorang terikat perjanjian dengan TUHAN. Dalam Perjanjian Baru, kita sebagai umat Perjanjian Baru tidak lagi terikat dengan sunat secara fisik namun dengan sunat hati (bnd. Rm. 2:29; Kol. 2:11). Lalu apakah bukti bahwa kita merupakan bagian dari umat Allah? Dalam Perjanjian Baru, ada sebuah sakramen yang menjadi tanda bahwa kita ialah bagian dari umat Allah, yakni baptisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar