1. Perintah Alkitab jelas mengatakan bahwa kita tidak boleh membunuh. Namun, bagaimana bila ada seorang prajurit atau polisi yang harus membunuh untuk membelas kebenaran atau negara. Apakah itu juga salah?
Jawab:
Topik ini memang topik yang cukup sulit dijawab. Untuk menghindari kesulitan ini, beberapa gereja melarang anggotanya untuk menjadi tentara ataupun polisi, sebab mereka membuka peluang menjadi “pembunuh.” Namun, dalam hal ini, kita harus membedakan antara membunuh dalam kaitan tanggung jawab dan karena kebencian.
Tuhan memang sangat melarang pembunuhan. Perintah keenam dengan jelas menegaskan “Jangan Membunuh” (Kel. 20:13). Namun, ternyata ada celah-celah dimana Tuhan seolah “mengijinkan” pembunuhan. Misalnya, dalam Keluaran 35:9-34, di sana diatur tentang adanya kota-kota perlindungan, yakni sebuah kota yang menjadi tempat perlindungan bagi orang Israel dan bagi orang asing pendatang di tengah-tengah mereka, supaya setiap orang yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana (ay. 15). Jadi, yang dilarang keras oleh Tuhan ialah membunuh karena kebencian atau dendam.
Dalam hal membunuh ketika melaksanakn tugas sebagai polisi atau tentara, kita melakukannya bukan karena kebencian kita melainkan karena tanggung jawab kita. Tanggung jawab ini tentunya juga harus dilaksanakan sesuai dengan koridor aturan yang ada. Misalnya, ketika kita menjadi polisi dan kita berhadapan dengan pencuri, kita tidak boleh langsung menembak penjahat tersebut. Ada aturan bahwa kita harus memberikan tembakan peringatan sebanyak tiga kali. Bila setelah tiga kali memberikan tembakan peringatan, pencuri itu tetap melawan kita baru diijinkan menembak pencuri tersebut. Itu pun diharapkan menembak dengan sasaran minimal, yakni betisnya. Bila pencuri tersebut membahayakan bahkan mengancam nyawa kita, kita baru diijinkan menembak tubuhnya. Bila kita melakukan sesuai dengan aturan ini maka kita tidak bersalah karena kita melakukan sesuai aturan. Namun, bila kita serta merta langsung menembak mati penjahat tersebut, kita bersalah dan tentunya juga berdosa.
2. 2 Sam. 24:1-17, firman-Nya minta Daud diadakan sensus, setelah dilaksanakan dan hasilnya diketahui, mengapa dia merasa bersalah menganggap perbuatan itu bodoh (ay. 10)? Selanjutnya Tuhan mendatangkan hukuman, 70.000 orang mati (ay. 11-15). Setelah itu Tuhan menyesal atas hukuman tersebut dengan menghentikan malaikat yang siap memusnahkan. Mohon penjelasan melalui urut-urutan di atas, kebenaran apa yang bisa kita ambil? Ay. 17, apakah kesalahan raja mewariskan hukuman kepada bangsanya, dan aplikasi saat ini apakah masih berlaku terhadap orang-orang yang dipilih atau diurapi Tuhan?
Jawab:
Sensus penduduk yang raja-raja, termasuk Daud, lakukan biasanya bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan perangnya, seberapa banyak rakyatnya yang bisa bertempur. Ini didukung oleh keterangan di ayat 8-9. Semakin banyak jumlah orang perangnya, tentunya semakin kuat pula kekuatan perang Daud. Hal ini merupakan persoalan yang serius bagi Tuhan sebab selama ini Daud dan bangsa Israel mampu menang di setiap peperangan bukan karena jumlah mereka yang banyak namun karena penyertaan Tuhan atas mereka. Dengan menghitung jumlah tentaranya, maka tanpa disadari Daud sedang mengalihkan dirinya dari Tuhan kepada ambisi, kesombongan dan jumlah tentaranya. Ini terlihat jelas karena Tuhan tidak menyuruh Daud untuk mengadakan sensus. Bagi Tuhan ini ialah persoalan serius. Itulah mengapa Daud menganggap tindakannya sebagai tindakan bodoh.
Sedangkan mengenai hukuman bagi bangsa Israel, seperti yang sudah dijelaskan, kebodohan Daud hanya merupakan jalan Allah menghukum mereka yang telah banyak berdosa. Bangsa Israel telah banyak melakukan dosa sebelumnya, dan dosa Daud ialah cara Allah yang kreatif memulai hukuman-Nya terhadap bangsa Israel. Dengan kata lain, hukuman Tuhan terhadap bangsa Israel bukan semata disebabkan dosa Daud melainkan terutama karena dosa bangsa Israel sendiri yang telah diperbuat sebelumnya. ini diperjelas dalam ayat 1, dimana penyebab Tuhan melakukan hukuman ini adalah karena murka-Nya.
Dari sini, kita bisa belajar beberapa hal. Pertama, sandaran kita seharusnya bukan pada orang ataupuan benda, melainkan hanya pada Allah saja. keberhasilan atau kesuksesan, datang bukan karena seseorang atau sesuatu tapi hanya karena kemurahan Allah. Kedua, kita juga belajar bahwa dosa pasti memiliki konsekuensi entah dalam jangka pendek atau jangka panjang, baik terhadap diri kita sendiri ataupun orang lain. Ketiga, kita semakin diyakinkan akan kepastian rancangan Tuhan. Tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi rencana-Nya, termasuk hukuman-Nya. Ia bisa memakai apa saja untuk melakukan rencana-Nya.
3. Orang Israel dan orang Yehuda, apakah sama latar belakang asal-usulnya? Umat pilihan Tuhan semua?
Jawab:
Ya, orang Israel dan orang Yehuda sama-sama berasal garis keturunan Yakub. Dalam konteks zaman Daud, penyebutan suku Israel biasanya merujuk pada suku-suku lain selain suku Yehuda dan Lewi, dan terkadang juga selain suku Benyamin.
4. Sebenarnya, kapan Saul bertemu Daud pertama kali? Jika dibaca di 1 Samuel 17:55-58, terkesan Saul belum tahu jika Daud anak Isai, tetapi di 1 Samuel 16:14-23 (lebih dahulu dari pasal 17), terkesan Saul meminta Isai menyuruh Daud datang ke Saul bahkan Daud menjadi pelayan Saul?
Jawab:
Ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, 1 Samuel 18 dan 1 Samuel 16 tidak disusun secara kronologis (urut). Sehingga bisa jadi kisah dalam 1 Samuel 16 sebenarnya terjadi setelah 1 Samuel 18. Kedua, bisa jadi pengenalan Saul terhadap Daud di 1 Samuel 16 hanya merupakan pengenalan yang dangkal. Ia mungkin tahu Daud tapi tidak mengenal Daud dengan baik. Ini mungkin saja terjadi mengingat seorang raja biasanya memiliki banyak pelayan. Di dalam 1 Samuel 18, setelah perbuatan luar biasa yang dilakukan Daud, yakni mengalahkan Goliat, Saul baru mulai tertarik mengenal Daud lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar