ABBA = Ayo Bersama Baca Alkitab

Desiring the Truth! Loving the Truth! Living for the Truth!
Soli Deo Gloria

Rabu, 21 Desember 2011

ABBA 29

1.       Dalam Yoh. 11, diceritakan Lazarus, saudara Maria, yang mati dan dibangkitkan Yesus. Maria ialah perempuan yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.  Lalu dalam Yoh. 12 dikatakan Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan, dan Maria meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu dan menyekanya dengan rambutnya. Apakah Maria memang dua kali meminyaki kaki Yesus, sekali dengan minyak mur dan sekali lagi dengan narwastu?
Jawab:
Maria meminyaki kaki Yesus hanya sekali. Terjemahan “mur” di 11:2 dan “narwastu” di 12:4 memang mengesankan bahwa peristiwa tersebut terjadi dua kali dengan piranti yang berbeda. Sekali dengan mur sekali dengan minyak narwastu. Akan tetapi, penerjemahan demikian tidaklah tepat. Di dalam bahasa Yunaninya, kata yang dipakai baik untuk “mur” dan “narwastu” adalah sama, myron. Kata ini secara umum berarti parfum atau wewangian. Jadi, Yohanes tidak sedang merujuk pada sebuah jenis wewangian tetapi parfum secara umum. Sebab, bila memang Yohanes ingin mengungkapkan “mur,” seharusnya ia memakai kata smyrna (bnd. Mat. 2:11) atau memakai kata nardos bila ingin merujuk pada minyak narwastu.
Tetapi bila demikian mengapa Yohanes menyinggung di pasal 11 kisah yang baru terjadi di pasal 12? Dalam hal ini penting diingat bahwa Injil Yohanes merupakan Injil yang paling akhir ditulis (sekitar tahun 90 M), sedangkan kedua Injil (selain dalam Injil Yohanes, kisah ini hanya terdapat dalam Matius dan Markus) lainnya sudah lebih dulu ditulis (Matius sekitar awal atau pertengahan tahun 60an M, Markus sekitar akhir tahun 50an M), dan dengan demikian, kisah-kisah di dalamnya sudah sangat dikenal. Termasuk kisah tentang Maria Magdalena yang meminyaki kaki Yesus. Yohanes mengasumsikan bahwa pembacanya sudah mengenal dengan baik kisah ini sehingga ia menyinggung kisah ini lebih dulu, baru kemudian mengisahkan detil ceritanya. Dan karena pembacanya sudah mengenal kisah ini dengan baik maka tidak akan ada masalah bila Yohanes menyinggung lebih dulu baru menceritaknnya kemudian.

2.       Kis. 16:3, Paulus minta Timotius disunat sebelum melakukan perjalanan keliling. Padahal dalam pasal sebelumnya (15), Paulus dan Barnabas melawan keras hal tersebut, demikian juga sidang rasul-rasul dan penatua di Yerusalem. Apa yang menyebabkan Paulus kompromi dalam hal sunat tersebut?
Jawab:
Para sarjana melihat ada dua hal yang melatarbelakangi keputusan Paulus menyunatkan Timotius. Pertama, status keyahudian Timotius. Meskipun bersifat patriakat (mengutamakan garis pria) tetapi bangsa Yahudi menganggap status kebangsaan seseorang diteruskan melalui ibunya. Timotius, meskipun ayahnya seorang Yunani, tetapi ibunya, Eunike (2Tim. 1:5), merupakan seorang Yahudi. Sehingga dengan demikian, Timotius tetap terhitung sebagai orang Yahudi. Dan sebagai seorang Yahudi, Timotius perlu mengikuti aturan sunat bangsa Yahudi.
Alasan kedua, terkait dengan pelayanan Timotius di kalangan Yahudi. Andaikata Timotius tidak disunat, maka pelayanannya di kalangan Yahudi tentu tidak akan efektif, sebaiknya justru berpotensi menimbulkan kebencian dari kalangan Yahudi. Bila ini terjadi, tentu pelayanan Timotius bukan menjadi mudah tetapi sulit. Untuk menghindari hal inilah maka Paulus menyunatkan Timotius. Seorang penafsir bernama Simon Kistemaker, menyimpulkan demikian: “Dalam kasus Timotius, menjadi seorang Kristen yang baik tidak berarti menjadi seorang Yahudi yang buruk. Paulus sendiri ingin dirinya menjadi semua bagi semua orang, supaya dia bisa memenangkan bagik orang Yahudi maupun orang non-Yahudi bagi Kristus (1Kor. 9:19-23). Dia mengharapkan bahwa Timotius, rekan bermisinya, akan melakukan hal yang sama. Jadi, Paulus menyunatkan dia untuk menghilangkan halangan yang ada yang menjauhkan orang dari Kristus.”

3.       Kis. 16:31. Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu. Bagaimana dengan kenyataan yang banyak terjadi bahwa ada anggota keluarga yang percaya Tuhan Yesus tapi orang tua dan saudaranya yang lain menolak Kristus?
Jawab:
Perjanjian Baru memang melihat kesatuan keluarga sebagai sesuatu yang penting, sehingga ketika keselamatan ditawarkan kepada pemimpin keluarga, maka keselamatan tersebut juga tersedia untuk anggota keluarga yang lain. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa iman seorang anggota keluarga mampu mencakup keselamatan anggota keluarga yang lain. Ungkapan ini harus dipahami dalam konteks kalimat awalnya, “percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus, maka engkau akan selamat.” Keselamatan adalah persoalan pribadi, sehingga tidak ada iman ngikut atau keselamatan ngikut. Meskipun salah seorang anggota keluarga mengenal Yesus, tidak otomatis semua anggota keluarga diselamatkan; keselamatan hanya dimungkinkan atau tersedia bagi anggota keluarga tersebut, namun untuk menerima keselamatan itu sendiri, tiap-tiap anggota keluarga tetap harus menerima Yesus secara pribadi.

4.       Roma 8:5 menyatakan bahwa daging dan roh senantiasa berseteru. Sebagai orang percaya, mengapa kehidupan daging sering muncul padahal Roh Allah tinggal di dalamnya? Bukankah Roh Allah lebih berkuasa daripada daging?
Jawab:
Ada dua yang perlu diperhatikan di sini. Pertama, Penting diingat bahwa meskipun Allah telah memberikan Roh-Nya kepada kita sehingga kita mampu memikirkan perkara-perkara yang di atas, akan tetapi hal tersebut tidak secara otomatis terjadi begitu saja. Ketika Roh Allah mendiami kita, Ia tidak menjadikan kita sebagai robot pelawan dosa yang akan berjalan sekehendak hati-Nya. Ia tetap menjadikan kita sebagai manusia yang bebas bertindak, termasuk dalam memilih apakah kita mengikuti kehendak daging atau keinginan Roh Allah. Ia hanya memberikan dorongan dan potensi untuk melakukan yang baik, tetapi pilihan tetap merupakan keputusan bebas kita.
Kedua, meski kita memiliki Roh Allah, tetapi penting diingat bahwa kita tetap hidup di dalam daging dan natur berdosa yang belum sepenuhnya mengalami pemulihan dari Tuhan. Natur kita tetap sebagai manusia yang telah tercemar oleh dosa, yang kecenderungan hatinya ialah melakukan apa yang jahat. Jadi, keinginan kita secara asali tetap adalah berdosa, tetapi karya pengudusan Allah juga mendorong dan memampukan kita untuk memiliki potensi melakukan apa yang  baik. Dua hal ini menyadarkan kita mengapa kita perlu benar-benar bersandar pada Allah dalam menghadapi dosa, sebab tanpa bersandar sepenuhnya pada Allah maka hidup kita hanya akan dipenuhi dengan keinginan daging.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar